KEMENTERIAN KESEHATAN DIMINTA LINDUNGI INDUSTRI FARMASI DALAM NEGERI
Komisi IX DPR mendesak Pemerintah (Kementerian Kesehatan RI) mencari solusi untuk melindungi industri farmasi dalam negeri khususnya obat generik. Industri obat-obatan Indonesia harus dilindungi agar Indonesia dapat menciptakan sebuah industri farmasi tanpa harus bergantung dengan obat-obatan impor.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi IX DPR dari F-PDIP Rieke Diah Pitaloka di sela-sela Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedianingsih yang dipimpin Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/1).
Rieke juga mempertanyakan kejelasan tentang obat impor yang dapat digantikan oleh obat generik dengan persetujuan pasien. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi multiinterpretasi.
“Jangan sampai terjadi multiinterpretasi atau salah persepsi. Masyarakat harus tahu dan paham betul prosedurnya. Jangan terjadi, ingin sembuh, ketika diganti dengan obat generik, malah makin sakit”, ujarnya.
Menanggapi permintaan tersebut, Endang Rahayu Sedyaningsih memaparkan bahwa untuk melindungi industri farmasi, Kemenkes telah membuat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang mewajibkan obat impor membuka pabrik farmasi di Indonesia.
“Ini diharapkan bisa menekan biaya produksi sehingga harga obat bisa ditekan. Selain itu juga mampu menyerap tenaga kerja yang ada di Indonesia”, terang Endang.
Namun menurut Endang, mereka (investor) masih enggan menyanggupi. “Kami tetap berusaha memaksa dengan Permenkes No. 247 Tahun 2010 yang membolehkan para investor tetap memiliki pabrik di luar negeri asalkan memiliki mitra di Indonesia”, jelasnya.
Ditambahkan Endang, bahwa tanggapan mereka, ada yang setuju, ada pula yang protes. Mengenai kerjasama akan tetap dilanjutkan tidak hanya dengan negara Kuba tetapi juga dengan negara India dan China.
Berkaitan dengan obat impor dapat digantikan obat generic, dijelaskan Endang hal ini apabila ada persetujuan/kuasa dari dokter dan pasien, atau pasien sendiri.
“Artinya, bisa disetujui oleh dokter juga si pasien. Namun bisa hanya pasien yang setuju obatnya diganti. Ini dalam rangka kampanye obat generik tanpa merugikan pasien”, papar Endang. (da/sc)/foto:iw/parle.